Latest News

25 Jan 2013
Montecristo on Kompasiana.com
"Rock yang Bertutur" was the title of an article on kompasiana.com written by Awaluddin Abdussalam. The article can be found here. Or you can read it below:


Musik cerdas semacam Montecristo ini sangat jarang diproduksi di tanah air. Jangan dianggap enteng, bahkan jangan menganggap penggemar jenis musik “sulit” ini tidak ada. Rock progresif atau apa pun namanya, mempunyai fanatisme tersendiri. Ketika konser “Dream Theater” akan digelar di Jakarta, televisi swasta Tvone melakukan pemanasan dengan menayangkan “Radio Show” yang menampilkan band “cover version Dream Theater”, dengan bintang tamu Dwiki Dharmawan, yang sangat diapresiasi oleh khalayak dari berbagai lapisan masyarakat. Jadi, penggemar musik cerdas tidak harus selalu seperti Eric Martoyo sang vokalis “Montecristo” yang memang dari sononya sudah terlihat serius, terpelajar, penuh filosofis, bicara sangat tertata, bahkan mapan dari kalangan elit [sori, interpretasi yang sangat subyektif dari status facebook sampai dvd Montecristo]. Mereka masyarakat biasa yang memang sudah sangat suka atas keberadaan musik yang jika didengarkan sambil mengernyitkan dahi itu.


Menakar keberadaan musik cerdas sebenarnya gampang saja. Coba simak di jejaring sosial “Facebook” Komunitas Fanstastic Fariz RM (KFFRM), sebagian besar anggotanya sangat menyukai “WOW! Produk Hijau”. Bahkan komunitas sangat mendambakan Fariz RM menghidupkan kembali lagu-lagu “WOW!” [yang konon masuk dalam kategori rock progresif?] dalam setiap konsernya. Walaupun sampai saat ini mimpi itu belum menjadi kenyataan. Ya, mungkin karena tingkat kesulitan materi lagu yang cukup tinggi, di samping Iwan Madjid dan Moesya Yunus harus dihadirkan dalam konser? Jadi, tidak akan pernah surut para penggemar musik yang abnormal ini, kalau dilihat dari kacamata mainstream.


Jika melihat kemasan album “Celebration of Birth” Montecristo (demajors, 2010), kita bisa langsung menebak, ini pekerjaan yang tidak main-main. Konon, cover dari sebuah album menunjukkan juga sebuah mutu musikalitas. Semakin cover album digarap dengan serius, maka musiknya jelas bernas. Tidak ada penggarapan cover album “Yes” yang ala kadarnya, karena beban terhadap warna musiknya yang tidak sembarangan dibuat. Montecristo tidak main-main juga dalam penggarapan cover albumnya. Tentu saja cover album menjadi daya tarik sendiri, sebelum menikmati isinya. Saya termasuk orang yang memepertimbangkan cover album sebelum membeli, apalagi belum tahu seberapa hebat musikalitas komoditas yang saya beli itu?


Belum sepadan memang ketika kita harus membandingkan band-band pengusung rock progresif dunia dengan Montecristo. Tetapi, kita harus bangga ada sekelompok orang Indonesia yang mau susah payah membangun kembali kerinduan bagi segelintir orang yang haus akan musik-musik cerdas seperti ini. Bahkan Montecristo sangat berani, tidak satu pun lagu dalam lirik Bahasa Indonesia, semuanya berbahasa Inggris. Walaupun sekarang banyak juga band-band indie yang menyajikan seluruh lagu dalam album berlirik Bahasa Inggris, misalnya album Prodigal “Rock N Roll Mafia” (Organic Records, 2012), Visible Idea of Perfection “The SIGIT” (FFCUTS Records, 2006), atau yang lainnya. Jadi, untuk saat ini bukanlah sebuah masalah. Montecristo sudah menunjukkan, betapa sulitnya menciptakan lirik berbahasa asing, apalagi melantunkannya. Bukan berarti, lirik dalam Bahasa Indonesia menjadi kurang “sophisticated”, tidak juga? “Efek Rumah Kaca” juga mampu menciptakan lirik dalam bahasa negeri sendiri yang sarat akan makna.


Saya beranggapan, mendengar musik yang rumit memungkinkan kita selalu ingin mengulang menikmatinya. Nah, disitulah kemudian kita menemukan “hook-hook” yang indah, terkadang seolah-olah baru mendengarnya. Ada semacam interpretasi baru ketika kita berusaha memutar kembali sebuah lagu. Faktor rumitnya komposisi menjadikan kita belajar “mendengarkan”. Apalagi Montecristo mendeklarasikan diri sebagai “rock yang berkisah”, saya tambahkan juga “rock yang bertutur?”. Kita menikmati Montecristo diajarkan untuk “mendengarkan” sekaligus berproses menjadi filsuf? Lha, judul lagunya saja sangat filosofis macam “Garden of Hope”, “Forbidden Song”, dan lagu-lagu lainnya, semuanya mempunyai makna yang dalam bagi kehidupan dan kemanusiaan secara universal.


Kita patut berbangga ada Montecristo yang di dalamnya berdiri dengan gagah Eric Martoyo (lead vocal), Fadhil Indra (piano, keyboards, vocals), Rustam Effendy (guitars), Alvin Anggakusuma (guitars, backing vocals), Haposan Pangaribuan (bass guitar), dan Keda Panjaitan (drums). Maju terus Montecristo! Life is a never ending poem!

News List

8 Nov 2010
Charity Event Live Report
read more
1 Nov 2010
The ProgArchives Interview
read more
31 Oct 2010
Charity Event for Wasior, Mentawai, Merapi
read more
27 Oct 2010
Pinasthika Advertising Festival 2010 in Yogyakarta
read more
25 Oct 2010
"Celebration of Birth" in Cornell University Library
read more
23 Oct 2010
KIS FM 95.1
read more
1 Oct 2010
Montecristo in Rolling Stone Magazine
read more
25 Sep 2010
Montecristo Live in JavaRockinLand 2010
read more
12 Sep 2010
Limited Edition CD
read more
<<  1  2  3  4  5  6  7  >>