Latest News

3 Oct 2011
Konser Rock Progresif III Symphony (review by Purwanto Setiadi)
malam tiga symphony


October 2, 2011 by kunangkunangku


barangkali benar bila di negeri ini ada yang mengatakan berlebihan mengharap konser musik rock progresif bisa sold out. wishful thinking –tak bakal, bahkan di venue berkapasitas kecil sekalipun, demikian kata-kata yang biasa kita dengar.


pesimisme seperti itu bukan tak beralasan, sebenarnya. pengalaman memang menunjukkannya, malah hampir setiap kali ada event. tapi konser iii symphony di teater kecil taman ismail marzuki, jakarta, jumat lalu, justru berlawanan dengan yang sudah-sudah. teater berkapasitas sekitar 250 kursi (betul, 250 saja) itu penuh. tiket telah habis sejak beberapa waktu sebelumnya.


saya beruntung sudah memesan tiket jauh-jauh hari. dan, rupanya, keberuntungan saya berlanjut hingga konser yang diselenggarakan ninotz enterprize itu berlangsung. acara dimulai dua setengah jam setelah saya tiba di tim –agak terlalu malam, tapi, hei, ini ‘kan hari jumat. konser, yang menampilkan montecristo, imanissimo, dan kadri jimmo the prinzes of rhythm, sungguh melampaui ekspektasi.


tiga band itu, bagaimanapun, memang selayaknya mengundang minat dan rasa penasaran penggemar atau setidaknya peminat rock progresif (atau musik yang, ya, tak lurus-lurus saja, begitu). dan tentu harapannya besar. montecristo memang pendatang baru, juga kadri jimmo the prinzes of rhythm yang baru sekitar tiga tahun. tapi di dua band ini ada orang-orang yang sudah lama bergelut dalam rock progresif: fadhil indra (keyboard), kadri (vokal), hayunaji (drum), dan rifki (gitar). nama fadhil ada antara lain di discus dan makara, kadri pernah berduet dengan harry mukti di makara pada 1980-an, dan hayunaji sempat memperkuat discus. rifki juga bermain dengan makara formasi reunian, dan sebelumnya di pendulum.


satu band lainnya, imanissimo, untuk yang belum tahu, sudah beberapa kali meramaikan kegiatan musik rock progresif; pada 2004, sempat pula merilis album yang dipuji luas berjudul z’s diary. sudah beberapa lama diketahui mereka mengerjakan materi untuk album ketiga, beberapa sempat “dibocorkan” oleh frontman-nya, iman ismar (komposer, bas, vokal). sangat bisa dipahami, karenanya, bila ada di antara hadirin yang datang karena penasaran.


malam itu, di panggung berhiaskan backdrop layar besar untuk menayangkan klip-klip gambar maupun suasana dan ekspresi di panggung, montecristo membuka pergelaran dengan a romance of serendipity. buat saya, setelah beberapa kali menyaksikan mereka di panggung, ini kejutan; di luar dugaan, sebab saya tak mengira mereka akan memulai penampilan dengan lagu… romansa. tapi, dengan intro yang terasa segar dan merupakan sedikit modifikasi dari versi rekaman studionya, awal mula ini tetap terasa menggugah. (saya ingat, dari menonton dvd, bagaimana peter gabriel dengan elok membuka salah satu konsernya di italia dengan hanya bermain piano elektrik dan menyanyikan versi sederhana dari here comes the flood.)


ada masalah keseimbangan volume antarinstrumen yang mengganggu awal penampilan eric martoyo (vokal) dan kawan-kawan –fadhil (keyboard), rustam effendy (gitar), alvin anggakusuma (gitar), haposan pangaribuan (bas), dan keda panjaitan (drum). gitar terdengar lebih kencang dan seperti di depan. tapi ihwal seperti ini memang biasa terjadi di awal pertunjukan di mana pun. bisa dimaklumi.


dan untungnya eric, seperti biasa, prigel berkomunikasi. dia mengantarkan dengan baik latar belakang lagu-lagu dalam repertoar mereka. setelah lagu pembuka, menyusul celebration of birth. “ini dialog filosofis antara ayah dan anak,” kata eric. dia bercerita mengenai kekhawatirannya akan meninggal lebih dulu sebelum anaknya –yang lahir saat dia sudah berusia 41 tahun –sempat dewasa. dia berharap bisa membekali anaknya dengan kemampuan nalar sekaligus emosi. di satu bagian lirik lagunya, eric menyanyikan: “seeking knowledge from the scholars/ searching wisdom from gautama/ the magical words of khalil gibran/ and the spirit of the rising sun….”


setelah kemudian berturut-turut menyajikan clean dan ancestral land, montecristo menutup jatah waktu mereka dengan crash –lagu tentang keserakahan yang sia-sia dan berlatar belakang ambruknya bursa yang lalu membuat karam bank-bank investasi raksasa seperti lehman brothers, merrill lynch, dan aig.


imanissimo, yang naik ke panggung sesudah montecristo, bukan saja bisa mempertahankan suasana hati dan antusiasme penonton. iman, agung (keyboard), jordan (gitar), dan putra (drum) pun kian menggelembungkan kegembiraan yang meluap di dalam gedung. mereka bermain dinamis, dengan energi yang menakjubkan. setiap not, apalagi yang terdengar ganjil, terasa seperti datang dari imajinasi dan kekuatan yang tak terbayangkan.


dengan genjer-genjer ala imanissimo, mereka mengawali penampilan. “ini lagu yang kita semua pasti sudah kenal,” kata agung, yang mengenakan kostum ala karakter pembantu dalam lawakan panggung srimulat dan sejak awal tak henti-hentinya membanyol.


dia tak sepenuhnya benar, sebab tak banyak yang pernah mendengar genjer-genjer, yang, karena identik dengan propaganda partai komunis indonesia dan peristiwa g30s, mustahil diperdengarkan di zaman orde baru. tapi imanissimo sudah beberapa kali membawakannya di panggung. dan cara imanissimo “merenovasi” lagu itu sungguh memikat. pesonanya, malam itu, lebih terasa lagi berkat yuyun, yang selama ini dikenal sebagai vokalis discus. tampil sebagai tamu, yuyun melantunkan desahan, erangan, lenguhan… ya, seperti clare torry dalam the great gig in the sky.


melalui perpindahan yang sangat mulus, iman dan kawan-kawan menyambung genjer-genjer dengan happiness and sadness. ini komposisi baru yang ditulis jordan, yang bisa dilongok versi raw mixed-nya di youtube. untuk mereka yang suka lagu-lagu dengan elemen psychedelic, nomor ini dijamin merupakan ekskursi yang benar-benar memanjakan telinga. permainan jordan benar-benar efektif (demikian pula di nomor-nomor lainnya). dan duet iman dan putra sungguh kokoh menjaga ritme. agung, di samping sukses dengan banyolan-banyolannya, cekatan juga dengan bumbu-bumbu soundscape-nya.


begitulah pula yang bisa disimak saat dua komposisi lainnya, send me an angel dan z’s dream (kembali menampilkan yuyun), dimainkan. senang rasanya bisa menikmati z’s dream, dari album z’s diary, dimainkan live. (eh, sudah lama juga saya tak memasukkan imanissimo di playlist harian.)


sesudah intermezzo ala talk show yang dipandu wartawan dari zaman majalah aktuil dan gadis, bens leo, mereka lalu mengakhiri repertoar dengan echo in the distance. iman menyandarkan bas bermotif loreng macannya yang kondang itu dan menggantinya dengan alat gesek mirip tehyan, instrumen yang lazim dalam musik tradisional betawi. “ini nenek moyang tehyan,” kata iman. dan perenungan tentang segala kekacauan hidup di negeri ini, dengan vokal iman, pun mengalun.


setengah pergelaran berlangsung nyaris sempurna. barangkali karena itulah kadri merendah, ketika mulai menyapa audiens. “mungkin kami yang paling ngepop,” katanya. “progresif kok pop?”


dibandingkan dengan montecristo dan, apalagi, imanissimo, kadri jimmo the prinzes of rhythm (kjp) memang lebih easy listening. mereka memainkan musik pop, tapi dengan liukan aransemen di sana-sini; jauh dari musik pop industri yang mendominasi layar kaca. barangkali, jika mau disebut, paduan antara toto dan asia di awal debutnya. kadri punya perbandingan sendiri: “kami lebih dekat dengan musik gank pegangsaan.”


persis. gank pegangsaan adalah kelompok musik yang aktif pada akhir 1980-an, walau benih eksponennya sudah aktif menjelang akhir 1960-an. dari markas mereka, jalan pegangsaan, jakarta, berbagai musisi datang dan pergi; merekalah yang kemudian mewarnai musik indonesia sejak pertengahan 1970-an. musik yang mempengaruhi mereka terentang luas, dari pop, blues, hingga rock progresif. dari eksponen pengangsaan lahir antara lain album guruh gipsy, badai pasti berlalu, dan lomba cipta lagu remaja.


dan itulah yang meluncur berturut-turut setelah kadri, jimmo (vokal), fadhil (keyboard), rifki (gitar), ken (bas), hayunaji (drum), dan popo (keyboard), didukung debby nasution (keyboard) sebagai tamu, menyajikan duka sang bahaduri. lagu pembuka yang pernah dinyanyikan chrisye ini karya yockie suryoprayogo (liriknya ditulis junaedi salat), yang malam itu juga hadir. “ini lagu terbaik karya yockie,” kata debby, yang mengaku sengaja tak mengubah not-not piano yang dulu dimainkan yockie.


sesudah duka…, sorry to say, gantung, srikandi, maaf cinta noura, ocean half, dan indonesia memang hebat yang renyah membahana di panggung. pada srikandi, yang diciptakan bersama mantan menteri keuangan sri mulyani dan disiapkan sebagai single terbaru kjp, yuyun kembali tampil.


ketika elfonda “once” mekel, mantan vokalis dewa, naik ke panggung dan menyanyikan pelangi (dari album badai pasti berlalu) dan aku mau, mungkin ada yang mengira kjp sudah mengakhiri jatah waktunya. tapi once sesungguhnya selingan saja, meski memikat sebagian penonton, yang di antaranya terlihat ikut menyanyi. rupanya ada bagian istimewa yang disiapkan, bagian yang memang sangat pas dengan tema malam itu –rock progresif. di sinilah, di bagian menjelang ujung pergelaran, kjp membawakan repertoar berupa interpretasi mereka atas lagu-lagu dari album badai pasti berlalu.


dan mereka menyajikannya dengan cara yang menarik. debby, yang kembali ikut bermain keyboard bersama krisna prameswara, membuka tiap lagu dengan line piano versi rekaman aslinya yang dimainkan yockie. bintang tamu lainnya pada malam itu, siti chairani proehoeman, soprano yang lama bermukim di mancanegara, menyumbangkan suaranya. selain terasa lebih heavy, dengan harmoni vokal yang berlapis-lapis, lagu-lagu yang dipilih –di antaranya badai pasti berlalu dan khayalku –menjadi seperti memendarkan aura yang sama sekali baru.


aplaus penonton sulit dibendung di bagian “tribute” itu. saya tak akan heran bila beberapa orang yang sudah meninggalkan ruangan menyesal andai tahu apa yang mereka lewatkan.


tetapi kadri dan kawan-kawan menyimpan amunisi terbaiknya di bagian akhir: mereka mempersembahkan negeriku cintaku, lagu karya debby nasution dan eros djarot yang merupakan sindiran terhadap perilaku korup di negeri ini. dengan intro yang megah dan panjang, khas epik ala symphonic prog, lagu yang pernah direkam keenan nasution dalam album di batas angan-angan pada 1978 ini menutup pergelaran bukan hanya dengan dentuman. saya kira penonton pun menjadi seperti diingatkan betapa para pencoleng kekayaan negeri masih saja bercokol dan karenanya perang melawan mereka mesti terus digelorakan. liriknya antara lain menyeru: hei kaum muda masa kini/ kita berantaslah korupsi/ jangan membiarkan mereka/ menganiayai hati kita.


di jalan, dalam perjalanan pulang, lagu penutup itu terasa masih membahana di telinga. tapi benak saya sebenarnya berpikir lain: rasanya sukses konser di tim itu mestinya bisa jadi pertimbangan untuk melanjutkannya dengan pergelaran lain di tempat yang bisa menampung lebih banyak audiens.


http://kunangkunangku.wordpress.com/2011/10/02/malam-tiga-symphony/

News List

21 Jan 2012
Montecristo in Suara Merdeka
read more
18 Dec 2011
ROCKLINGERS 2 @ Blok M Plaza
read more
10 Oct 2011
Konser Rock Progresif III Symphony (Musicforlife review)
read more
3 Oct 2011
Konser Rock Progresif III Symphony (review by Purwanto Setiadi)
read more
2 Oct 2011
Konser Rock Progresif III Symphony (review by KOMPAS.com)
read more
5 Sep 2011
Konser Rock Progresif III Symphony
read more
22 May 2011
ROCK APRESIASI 2011
read more
17 May 2011
Montecristo at Radio Sonora FM 92
read more
10 May 2011
"Garden Of Hope" courtesy of Arie Rachmawati
read more
<<  1  2  3  4  5  6  7  >>