Ketika progressive itu berarti berpikir untuk selalu lebih maju lagi, maka jika hal tersebut semakin jarang ditemui, maka tamat sudah riwayat bangsa ini. Berada di tengah stagnansi dan mediokritas yang melemahkan pikiran, eksplorasi perlu untuk dilangsungkan. Dalam hal ini, saat musik menjadi sajian tanpa batas. Seperti yang terselenggara di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam acara “Konser Rock Progressive III Symphony” (30/09).
Acara ini dipersembahkan oleh Ninotz Enterprize dengan didukung oleh DSS Sound dan Deteksi Pictures.
Berdurasi hampir selama 3 jam, tiga band dihadirkan, yaitu Montecristo, Imanissimo dan KJP (Kadri Jimmo Prinze of Rhytm) dengan menghadirkan Bens Leo sebagai narator sekaligus mediator acara.
Montecristo hadir dengan tawaran lirik dan tema lagu yang begitu kuat. Lagu “crash” dengan mengambil sudut pandang situasi perekonomian dunia menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk diikuti. Seperti mengikuti suatu narasi yang berbalut musik rock dengan mengambil setting kehancuran perusahaan raksasa Lehman Brothers di Amerika Serikat. Sang vokalis berujar dengan mengutip quotes Mahatma Gandhi; “There is enough in the world for everybody's need, but not enough for anybody's greed”.
Band ini terdiri dari Eric Martoyo (lead vocal), Rustam Effendy (guitars), Fadhil Indra (piano, keyboards), Haposan Pangaribuan (bass guitars), Alvin Anggakusuma (guitars) dan Keda Panjaitan (drums).
Irama yang dihadirkan pada dasarnya dapat dibilang sangat murni akan irama rock. Hanya saja harmonisasi yang diciptakan begitu rapi dengan adanya nada-nada yang sangat variatif. Akan tetapi distorsi yang disajikan begitu tebal. Dan mereka sendiri pun menyatakan bahwa Montecristo mengangkut aliran musik yang merupakan perpaduan antara vintage rock dan heavy metal.
Penampil kedua adalah Imanissimo. Band ini mempunyai level harmonisasi yang tinggi di dalam dasar-dasar musik rock-nya. Selain memasukkan unsur-unsur pentatonis, Iman (bas), Agung (keyboard), Johanes Jordan (gitar), dan Putra (drum), turut juga menyertakan alat-alat musik tradisional dalam musiknya. Seperti alat musik dari Cina yang bernama Er-Hu. Instrumentalitas band satu ini begitu kuat. Ritmis dengan materi-materi nada yang mereka gabungkan dari kultur-kultur yang berbeda. Maka tak heran jika Imanissimo mempunyai satu lagu yang berdurasi sangat lama yaitu mencapai 45 menit di lagu yang berjudul “Last Day To Live”.
Lagu-lagu berjudul yang menceritakan tentang kebenaran mereka bawakan yaitu “Send me an Angel” dan “Echo In the Distance”. Selain itu sangat menarik bagaimana dalam kesempatan tersebut , lagu “Genjer-genjer” yang sangat lekat dengan citra dan peristiwa politis di masa lalu yaitu Gerakan 30 September dibawakan. Menjadi suatu penanda, bahwa dengan berkesenian kita harus “bergerak” lebih bebas lagi. Bukan karena citra lagu atau sejarah tersebut, akan tetapi lebih tentang bagaimana kita sebebas mungkin berekspresi seperti apa yang kita mau.
Hadir pula sosok seorang penyanyi yang menari dan menghadirkan suasana tersendiri. Bernama Yuyun, seorang perempuan yang hadir dengan narasi-narasi penuh misteri dengan eksplosifitas gerakan tubuhnya. Terdengar hanya berteriak-teriak dengan menggunakan suara valseto.
Penampil terakhir ialah KJP yang merupakan kepanjangan dari Kadri Jimmo Prinze of Rhytm. Sangat berbeda dengan tampilan pop berikut musiknya. Pop ditengah acara yang bertajuk progressive. Sangat unik apakah kemudian terdengar menjadi irama yang marginal dan asing. Ternyata tidak. Pop ternyata bukan masalah bagaimana nada itu terdengar, akan tetapi lebih karena bagaimana itu sering terdengar. Karena terasa sangat bising bagaimana, Kadrie (vokal), Jimmo (vokal), Fadhil Indra (keyboard), Rifki Rachmat (gitar), Ken Suke (bas), dan Iyoen Hajunaji (drum) menyajikan. Bahkan seakan dibuat begitu bising dengan suara snare drum yang kencang serta begitu tingginya intensitas pemukulan cymbal.
Dua lagu yaitu “duka sang baiduri” ciptaan Yopi Suryo Prayogo dan “negeri cintaku” ciptaan Eros Djarot dan Debi Nasution, merupakan dua lagu yang lebih mempunyai kesan dalam karena sang pencipta lagu pun hadir dalam acara tersebut. Sempat diselingi oleh penampilan Elfonda Mikael (once), tampilnya Siti Chairani seorang penyanyi opera dan seriosa yang membawakan lagu “badai pasti berlalu” tampak begitu istimewa.
Maka menjadi sebuah paket istimewa yang sangat tidak populer bagaimana penampilan tiga band Montecristo, Imanissimo dan KJP dalam acara Konser Rock Progressive III Symphony ini. Bagaimana bukan saja menjadi sebuah sajian musik yang berbeda dari musik-musik yang lainnya, akan tetapi memberikan pengertian bahwa arus mainstream dengan dominasi musik pop yang semakin seragam saja, adalah kesalahan. Karena seperti yang dipaparkan oleh sang vokalis dari KJP'; “Progressive kok Pop?”
http://musicforlife.co.id/event/jammin/konser-rock-progressive-iii-symphony
1 2 3 4 5 6 7 | >> |